I. LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan
antara kekuasaan masa Sukarno(Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai
masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI tahun
1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
- Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
- Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
- Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
- Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Latar belakang lahirnya Orde Baru :
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2.
Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa
Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat
yang sudah berlangsung lama.
3. Keadaan perekonomian semakin
memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah
melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan
timbulnya keresahan masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari
masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang
dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI
berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5.
Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat
bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang
selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh
yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
1) Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
2) Pembersihan Kabinet Dwikora
3) Penurunan Harga-harga barang.
7.
Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan
Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab
rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat
dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan
kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965
tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub).
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka
mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil.
Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966
(SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah
yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.
Upaya menuju pemerintahan Orde Baru :
*Setelah
dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan
dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
*Dikeluarkannya
Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan
PKI.
*Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa
sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan.
*Konflik
Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya
karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan
pemerintahan kepada Suharto.
*Pada tanggal 23 Februari 1967,
MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabat Presiden RI.
Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan
negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno .
*12
Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik
Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan
dimulainya kekuasaan Orde Baru.
*Pada Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
II. KEHIDUPAN POLITIK MASA ORDE BARU
Upaya untuk melaksanakan Orde Baru :
Melakukan pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-lembaga negara.
Pelaksanaan Orde Baru :
---Awalnya kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan.
---Perkembangannya, kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin.
---Untuk
menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untuk
menganut sistem pemerintahan berdasarkan Trias Politika(dimana terdapat
tiga pemisahan kekuasaan di pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif,
Legislatif) tetapi itupun tidak diperhatikan/diabaikan.
Langkah yang diambil pemerintah untuk penataan kehidupan Politik :
A. PENATAAN POLITIK DALAM NEGERI
1. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet
awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA
dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu
untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan
untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang
disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut.
1. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
2. Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
3. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
4. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Selanjutnya
setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden
untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan
nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida,
yang meliputi :
_-_Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi
_-_Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
_-_Pelaksanaan Pemilihan Umum
_-_Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September
_-_Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
Suharto sebagai pengemban Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :
+ Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
+ Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
+
Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang
dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul
keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban.
3. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah
pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan
berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan
(fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi
didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan
tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
- Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan
Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok
partai politik Islam)
- Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan
fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
(kelompok partah politik yang bersifat nasionalis).
- Golongan Karya (Golkar)
4. Pemilihan Umum
Selama
masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam
kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
1) Pemilu 1971
- Pejabat
negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana para
pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai peserta
pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
- Organisasai
politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu sudah
ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
- Pemilu 1971 diikuti
oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang anggota DPR dimana 360
orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
- Diikuti oleh 10
organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236 kursi),
Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24 kusi),
Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7
kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai
Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
2) Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977
pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur
mengenai penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat
2 partai politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977
yang diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99
kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk PDI.
3) Pemilu 1982
Pelaksanaan
Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan suara Golkar
secara nasional meningkat. Golkar gagal memperoleh kemenangan di Aceh
tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar berhasil merebut
kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10 kursi
sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4) Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari Pemilu 1987 adalah:
_
PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan
pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan asas Islam
(pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan
diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang.
_ Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
_
PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI
sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo
Rustam.
5) Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan
pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan.
Hasilnya perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi,
sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6) Pemilu 1997
Pemilu keenam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.
PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan perolehan kursi 27 kursi.
PDI
mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11 kursi di
DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal dan terpecah
antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan
Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi
di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara
tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya
pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya
(Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar
yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana
terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut
memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam
periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan
Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat
persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5. Peran Ganda ABRI
Guna
menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda
bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI
dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya
pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara.
Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga
MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan.
Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan
dinamisator.
6. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April
1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia
Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan
MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung
program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4
adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila
sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan
nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka
opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah
Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa
Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak
dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua
organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4
merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi
bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial
masyarakat Indonesia.
7. Mengadakan Penentuan Pendapat
Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada
tanggal 2 Agustus 1969.
B. PENATAAN POLITIK LUAR NEGERI
Pada
masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan kembali kepada
jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif. Untuk itu maka MPR
mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar
negeri Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan
kepentingan nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran rakyat,
kebenaran, serta keadilan.
1) Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia
kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi
bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah
Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa Indonesia
harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya
dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak.
Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak
manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun
1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB
sejak tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya Indonesia mendapat
sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri
hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis
Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Kembalinya Indonesia menjadi
anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan
sejumlah negara seperti India, Filipina, Thailand, Australia, dan
sejumlah negara lainnya yang sempat remggang akibat politik konfrontasi
Orde Lama.
2) Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
(1) Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum
pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan
dengan Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman (Dubes Pakistan
untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan nota pengakuan terhadap
Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang disampikan pada
Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah Sinfapurapun
menyampikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik.
(2) Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi
hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di
Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok,
yang berisi:
#Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali
keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam
Federasi Malaysia.
#Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
#Peresmian
persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan
Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus 1966 dan
ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan
dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara..
III. KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE BARU
Pada
masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi
seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit
ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah
berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada
usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan
karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan
tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab
kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah.
Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut.
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,
1) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
2)
Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun),
merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga
tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan
Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran
Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat
Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil
pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari)
terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM
Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan
demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan
dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak
beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran
barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada
tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah
tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan
Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per
tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan
pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada
tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan
masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih
menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur
Pemerataan, yaitu:
\Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
\Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
\Pemerataan pembagian pendapatan
\Pemerataan kesempatan kerja
\Pemerataan kesempatan berusaha
\Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
\Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
\Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah
sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal
tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah
akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan
pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada
sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang
cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih
pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan
pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda
negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter
dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Sekian dulu dagh
caappeekk
ntar klo ada waktu di update
Daftar pustaka
1. http://www.crayonpedia.org
No comments:
Post a Comment